Pages

Rabu, 22 Oktober 2014

Pertanyaanpun Terjawab, “Seandainya tidak dilahirkan dalam keluarga Muslim”

Belenggu 
             Perbincangan ini dimulai dari kelas agama. Pak De memberikan pertanyaan, “Diq, bagaimana seandainya kamu tidak dilahirkan dalam keluarga muslim? Apakah kamu akan memeluk Islam? “. Pada saat pertanyaan itu dilontarkan, aku hanya menjawab dengan polos dan singkat, “iya bagaimana ya Pak De?”. Kemudian, cukup lama aku merenungi pertanyaan ini, ada perasaan bahwa Islam yang aku peroleh adalah warisan dari orang tua, bukan aku sendiri yang berusaha mencari kebenaran dan kemudian memeluknya, terkesan ikut-ikutan atau istilah mahasiwanya adalah Mbebek, tidak seperti kisah nabi Ibrahim. Kemudian dari satu pertanyaan, menggiring menjadikan efek domino untuk timbul pertanyaan-pertanyaan lainnya, “Jika Islam adalah agama untuk Rahmatan Lil Alamin, mengapa ada berbagai agama?”. Dan akhirnya, secara tidak sengaja aku menemukan kisah nyata di dalam buku dengan judul “Perbaharui Sholatmu,Meraih shalat Khusyu’ dan menghilangkan was-was” karya Syaikh Mukmin Fathi Al-Haddad, yang isi dari kisah nyata tersebut aku rasa telah menjawab pertanyaan “bagaimana seandainya kamu tidak dilahirkan dalam keluarga muslim? Apakah kamu akan memeluk Islam?” dan juga pertanyaan “Jika Islam adalah agama untuk Rahmatan Lil Alamin, mengapa ada berbagai agama?”
Berikut ceritanya, (langsung diambil tanpa diedit dari buku tersebut halaman 30-31),
“Rosana Turi (wanita berkebangsaan Amerika), bercerita:
                Aku dilahirkan dalam lingkungan keluarga Khatolik di California, Amerika. Kedua orang tuaku tergolong penganut agama yang setia. Mereka rajin melaksanakan sembahyang ke gereja dan tekun melaksanakan ritual-ritual keagamaan lainnya. Sejak kecil aku sering ikut orang tuaku berangkat ke gereja dan melihat orang-orang yang bersujud dan menangis dihadapan patung Yesus. Akan tetapi, aku tidak pernah puas dengan semua itu hanya karena alasan yang sangat sederhana,yaitu aku tidak memahami makna pensucian dan bersujud di hadapan patung Yesus. Aku juga tidak pernah puas dengan pendapat mereka yang menyimpulkan bahwa Allah dengan segala keagungan, kebesaran dan kekuasaan-Nya mewujud dan menyatu dalam patung tersebut.
                Karena inilah, aku sering berselisih paham dengan keluargaku. Tetapi, aku tetap saja tekun mencari kebenaran. Setelah beberapa waktu berlalu, terjadi sebuah peristiwa kecil. Ada seorang perempuan Muslimah dari Abu Dhabi datang ke wilayah California Amerika untuk berobat. Aku pun berkenalan dengannya. Menjelang kepulangannya, ia mengundangku untuk berkunjung ke Abu Dhabi bersamanya. Lalu aku pun memenuhi undangannya itu dan ikut bersamanya menuju negerinya.
                Pada saat tinggal disana, aku mendengar suara baru yang belum pernah terdengar sebelumnya. Aku diberitahu bahwa itu adalah suara adzan. Waktu itu, sang juru adzan (muadzin) mengumandangkan : Allahu Akbar, Allahu Akbar yang artinya Allah maha besar melebihi segala sesuatu, melebihi langit dan bumi serta seluruh mahluk-Nya. Hal ini berbeda dengan apa yang aku lihat ketika di gereja, seonggok patung yang lebih kecil dari segala sesuatu.
                Ketika suara adzan semakin keras terdengar dari arah menara masjid, yang mengumandangkan bahwa Allah maha besar melebihi segala sesuatu, maka seolah-olah suara itu adalah fitrah yang turun menyapa kedalaman kalbu, sehingga dapat dipahami oleh manusia dengan mudah dan diakui kebenarannya. Ketika aku mendengar Hayya ‘Alal Falah (marilah menuju keberuntungan) dan aku pun mengetahui maknanya, maka tergambarlah olehku seolah-olah Allah berfirman langsung kepadaku, “Hai Rosana! Kembalilah kepada-Ku, sesungguhnya Aku inilah yang benar, yang selama ini kamu cari.”
Kemudian Rosana memberikan penegasan, “Sesungguhnya risalah adzan ini memiliki kekuatan dan pengaruh yang mendalam. Kalimat-kalimatnya mampu menggetarkan kalbu laksana kilatan halilintar. Inlah faktor mendasar yang dapat menyalakan cahaya lampu dihatiku dan menjadi pelita dalam hidupku. Aku sangat tetarik dengan seruan itu sehingga membuatku terpacu untuk menelitinya dengan penuh cinta. Aku pun mengawalinya dengan mempelajari Al-Quran dan kitab-kitab keislaman yang lain. Di samping itu, aku juga mengikuti Muktamar Islam sehingga Allah memberiku hidayah dengan kenikmatan Islam dan memuaskan api dahagaku, serta mengubah cara pandangku tentang hidup.Padahal dulunya aku menyukai gaya hidup mewah dan penuh glamour. Tidak jarang aku mencontek gaya hidup para wanita model masa kini. Namun, sekarang aku telah menjadi sosok wanita Muslimah yang berjilbab, berhati tenang, puas dan diridhai oleh-Nya.”

Amboi, indahnya hidayah.
Sebagai penutup, ada yang perlu direnungkan “Semua orang dapat belajar, tetapi sangat sedikit yang dapat berfikir”

Sumber: http://fullerena.blogspot.com/2014/06/pertanyaanpun-terjawab-seandainya-tidak.html

0 komentar:

Posting Komentar