Pantai Serang, Blitar Simpan Harta Karun Jepang
Pantai Serang, Blitar, ternyata menyimpan banyak misteri. Selain sering menelan korban dan dipercaya sebagai tempat hilangnya Supriyadi, Pahlawan PETA. di sini juga terdapat goa yang dikenal sebagai peninggalan Jepang dan diduga menyimpan harta karun.
Goa itu hanya berjarak sekitar satu kilometer dari bibir Pantai Serang, Kecamatan Panggungrejo, Blitar, ke perbukitan. Saat LIBERTI mengunjungi goa ini, sebagian goa sudah tertutup oleh tanah berpasir yang masuk akibat terbawa arus air laut saat pasang atau mungkin sebab lain. Sisa- sisa orang melakukan ritual masih jelas terlihat di beberapa sudutnya.
Jika di tempat lain orang biasanya mengunjungi sebuah goa untuk rekreasi, ritual mengasah ilmu supranatural, mencari wisik, di goa ini yang datang justru ingin memburu harta karun. Harta karun yang konon berupa emas batangan itu dipercaya adalah peninggalan tentara Jepang. Jepang memilih goa-goa sebagai tempat pertahanan terakhirnya setelah ada kabar tentara Sekutu berhasil mengalahkannya di beberapa wilayah jajahannya.
Sebagai persiapan tentu saja tentara Jepang menyimpan barang-barang berharganya, mulai dari persenjataan, persediaan makanan, dan emas sebagai logam mulia yang mempunyai nilai tukar sangat tinggi. Namun, tak jelas sebabnya konon menurut cerita masyarakat setempat, goa itu terkena longsoran sehingga menutupi sebagian permukaan goa yang sebenarnya dalam tersebut. Cerita lain juga menyebutkan bahwa goa itu tertutup akibat adanya air pasang yang sempat melanda pantai itu.
Perlu diketahui bahwa saat ramai-ramai tsunami, tempat ini juga tak luput dari bencana alam yang mengerikan itu, meski tidak sedahsyat di Aceh. Pada saat berada di tempat persembunyiannya itulah diduga ada bencana alam sehingga mengubur tentara Jepang dan harta bendanya.
“Saya beberapa kali didatangi orang-orang dari jauh-jauh yang minta di antar ke goa ini. Sebagai seorang jurukunci Pantai Serang yang dianggakat resmi oleh Keraton Ngayogyakarta, tentu saja dengan rela saya mengantarkannya, sebab itu sudah menjadi pekerjaan saya,” ujar Mbah Saelan, jurukunci Pantai Serang yang mengantar LIBERTY ke lokasi.
Kepada para tamunya, Mbah Saelan menceritakan sebatas yang diketahuinya. Kalau ditanya soal, benarkah di Goa Jepang ada harta karunnya, Mbah Saelan menjawab hal itu mungkin saja benar. Sebab, cerita dan faktanya memang goa tersebut pernah ditempati tentara Jepang. Namun, harta karun itu kemungkinan- nya juga sudah tidak bisa nampak oleh mata awam meski telah diadakan penggalian. Hal ini disebabkan jika harta karun itu sudah dikuasai oleh mahkluk halus yang mendiam i tempat tersebut. Untuk mengambilnya, menurut Mbah Saelan dibutuhkan keahlian khusus dan tentu saja tidak sembarang orang bisa melakukannya.
“Kalau diminta ngantar ke goa ini, saya ya mengantar saja. Tidak sampai turut campur soal pengambilan harta karun itu. Soa berhasil dan tidaknya orang-orang yang berusaha mengambil harta karun itu, saya tidak tahu-menahu,” imbuhnya. Pantai Serang sendiri menurut pengamatan LIBERTY, merupakan pantai yang cukup indah.
Pantai yang terletak kurang lebih 45 km di arah barat daya Kota Blitar ini memiliki pasir putih yang jarang dimiliki pantai lain. Pantai yang terletak di pesisir Samudra Hindia ini sebenarnya terdiri atas 3 komplek pantai. Selain pantai utama yang bila 1 Sura selalu diadakan upacara larung saji, di arah barat melintasi bukit terdapat pantai ke dua dengan pasir putih yang tidak terlalu luas bila dibandingkan dengan pantai yang pertama. Sayangnya, di pasir-pasir putih itu banyak berser- akan sampah-sampah sehingga cukup mengganggu pemandangan.
Lebih ke barat lagi terdapat pantai ketiga yang lebih luas dari kedua pantai sebelumnya. Pantai ini memiliki hamparan pasir putih yang landai dengan ombak yang tidak begitu deras. Dahulu di sekitar pantai ini dipenuhi oleh batu-batuan putih yang indah orang menyebutnya dengan batu Lintang karena model batunya yang putih berkilauan, akan tetapi saat ini batu-batuan tersebut telah dieksplorasi karena nilainya yang mengiurkan.
Di tepi pantai (lebih kurang 20 meter dari bibir pantai) terdapat perkampungan nelayan yang apit oleh bukit di kanan dan kirinya. Tak jauh dari perkampungan nelayan terdapat tempat kapal-kapal nelayan yang bersandar. Di samping kiri teluk ini terdapat bukit karang yang biasanya digunakan sebagai tempat memancing ikan oleh penghobi mancing. Di daerah ini juga banyak nelayan pencari lobster tradisional dengan menggunakan peralatan sederhana yaitu selang yang panjang sebagai alat untuk membantu pernafasan ketika menyelam menangkap lobster yang menempel di karang dasar laut.
Lebih lanjut Mbah Saelan, mengungkapkan bahwa harta karun itu vkemungkinan sudah dikuasai mahkluk h’alus anak buah Gusti Kenjeng Ratu Kidul. Menurutnya, Gusti Kanjeng Ratu Kidul tidak mempunyai sifat yang jahat. Bahkan, ia bisa dibilang suka menoiong bagi siapa saja yang membutuhkan pertolongannya. Jika ingin mengambil harta karun itu, tentu saja ritual persembahannya harus dila- kukan pada Gusti Kanjeng Ratu Kidul. Setiap 1 Suro, di pantai Serang biasanya selalu digelar upacara Larung Sesaji. Yang dilarung adalah berupa kepala sapi, kerbau atau kepala kambing. Sesaji lainnya adalah berupa takir clothang, nogo rojo, tumpeng emas, jarin arang-arang kembang dan kelapa gading. Di antara sesaji itu, ada yang dikhususkan untuk Gusti Kanjeng Ratu Kidul, juga ditujukan kepada Joko Clothang, yang dianggap masyarakat setempat sebagai anak Gusti Kanjeng Ratu Kidul. Menurut Mbah Saelan, sesaji itu bisa berubah setiap tahunnya, tergantung dana yang dimiliki penduduk Desa Serang.
“Untuk sesaji yang lain setiap tahunnya selalu sama, yang beda hanya kepala sapi atau kambingnya. Jika ada dana, kami biasanya mengunakan kepala sapi, tapi jika tidak kami cukup mengunakan. kepala kambing,” ungkapnya.
Tujuan dari larung ini adalah memohon keselamatan pada Tuhan YME, agar penduduk setempat dijauhkan dari segala marabahaya dan kemudahan dalam mencari rejeki. Bagi para nelayan misalnya, tentu agar hasil tangkapan mereka menjadi banyak lagi.
Beberapa hari sebelum prosesi Larung Sesaji dilakukan, Mbah Saelan sudah melakukan berbagai rangkaian ritual. Mulai meditasi, puasa, hingga melekan dalam malam-malam tertentu. Pada saat beberapa hari sebelum larung tersebut, Mbah Saelan mengaku tak jarang mendapatkan wisik. Wisik itu biasanya disampai oleh dua orang perempuan yang menurut Mbah Saelan adalah para abdi dalem Gusti Kanjeng Ratu Kidul. Isi dalam wisik itu bisa berupa kejadian atau peristiwa yang akan terjadi di sekitar pantai Serang atau yang lebih luas meliputi negeri ini. Namun, wisik terkadang tidak datang juga jika kondisi dalam keadaan aman-aman saja.
Galeri Foto Pantai Serang
0 komentar:
Posting Komentar